Jinggaku Hilang Tertelan Malam
00.43.00Jingga menutup rapat-rapat jendela kamarnya yang sejak tadi dia biarkan terbuka. Matanya masih terasa panas akibat menangis seharian, mulutnya pun mulai kering karena sepanjang hari ini belum ada makanan atau minuman yang melewatinya. Matanya terus menatap ke arah jalan yang terbentang di balik jendela itu.
Angin dingin yang sejak tadi bebas bergerak memasuki kamarnya sekarang mulai terpenjara, sama seperti hatinya yang merasa terpenjara dan kesepian. Lagi-lagi dia menyesali pertemuannya dengan lelaki itu. Tabir, laki-laki yang selama hampir dua tahun ini selalu mengisi hari-harinya.
Bukan, bukan karena Tabir laki-laki yang tidak bertanggung jawab karena mencampakkannya. Tabir juga bukan laki-laki playboy yang telah berkhianat di belakangnya. Tapi dia menyesali karena ternyata dia tidak bisa menjadikan pria itu sebagai teman hidupnya. Besok adalah hari pernikahannya, pernikahan dengan seseorang yang bahkan sama sekali tidak dicintainya.
Jingga mencoba mengusap air mata yang lagi-lagi terus mengalir dari kedua bola matanya yang indah. Pikirannya melayang ke sekitar tiga tahun yang lalu saat seorang pria bertubuh kurus dan berwajah polos menatap dirinya dengan penuh pengharapan. Sambil memegang kedua jemari Jingga, pria itu meminta agar Jingga menunggunya sampai dia selesai melanjutkan kuliah yang akan dijalaninya di negeri tetangga, Malaysia. Pria itu berjanji akan segera menikahi Jingga begitu dia selesai dengan sekolahnya tersebut.
Jingga tersenyum mendengar permintaan Wira. Pria polos itu memang sudah dekat dengan Jingga sejak setahun terakhir. Awalnya Jingga tidak pernah mencintainya, tetapi karena Wira begitu baik akhirnya Jingga memutuskan untuk menerima dia sebagai kekasihnya saat itu.
Wira adalah sosok laki-laki penyayang yang nyaris tanpa cela. Dia selalu ada kapanpun Jingga membutuhkannya. Dia melindungi, menjaga, bahkan tidak ada satu hal pun yang boleh membuat Jingga menangis maka Wira akan mengatasinya. Setiap kali Jingga terlihat sedih, Wira selalu siap menghiburnya. Wira adalah sosok pencinta yang sempurna. Tapi sayang, Jingga tidak pernah mencintainya.
Jingga pun menyanggupi untuk menunggu Wira sampai dia kembali, karena dia yakin Wira adalah pria yang tepat untuk menjadi suaminya, walaupun dia sadar kalau dia tidak pernah mencintai Wira. Saat itu, Jingga hanya menikmati rasanya dicintai, disayangi, diperhatikan, tapi dia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mencintai.
Waktu berlalu dan kehidupan Jingga berjalan baik-baik saja. Tidak ada keinginan di hatinya untuk mencintai seorang pria, baginya dirinya sudah memiliki Wira. Di saat teman-teman kuliahnya sibuk berpacaran, dia tetap tidak peduli. Jingga memang tidak mudah untuk jatuh cinta.
Setahun sudah Wira berada jauh darinya. Komunikasi yang terjalin hanya ada lewat telepon dan email saja. Sampai tiba kehadiran seorang Tabir, yang mengubah segalanya.
Tabir adalah laki-laki dengan pribadi yang bebas, sangat bertolak belakang dengan Wira. Jingga sering berhubungan dengannya karena beberapa tugas, ditambah dengan rumah mereka yang ternyata searah. Tabir sering mengajak Jingga untuk pulang bersama. Tabir selalu membiarkan Jingga untuk berani menjadi dirinya sendiri, dan tidak takut melakukan hal apapun. Lain dengan sosok Wira, yang cenderung dewasa dan penuh pertimbangan. Wira tidak pernah mengizinkan Jingga melakukan hal-hal konyol, apalagi yang dianggapnya tidak penting. Wira selalu mengkhawatirkan segala hal.
Semakin lama hubungan mereka semakin dekat. Tabir sering bercerita tentang kehidupannya kepada Jingga, begitupun sebaliknya. Jingga sadar kalau Tabir mulai memiliki rasa terhadapnya, tapi entah kenapa Jingga sama sekali tidak menolak rasa itu untuk terus tumbuh. Tanpa disadari, Jingga pun mulai membuka hatinya untuk menerima cinta yang diberikan oleh pria itu.
Tabir mencintai dan menyayangi Jingga dengan cara yang berbeda. Dia melindungi dan selalu menghibur Jingga. Dan satu hal yang berbeda, Jingga ternyata perlahan mulai mencintai laki-laki itu. Kalau selama ini dia selalu menuntut untuk diperhatikan oleh Wira, berbeda dengan Tabir. Jingga selalu merasa bahagia di saat dia bisa memberikan perhatiannya pada pria itu.
Dua tahun berlalu, Jingga dan Tabir semakin merasa memiliki satu sama lain. Hari-hari Jingga selalu bahagia bersamanya. Melakukan berbagai aktivitas dengannya, saling mengisi, selalu bersama ke mana pun mereka pergi, membuat Tabir menjadi sosok yang tidak bisa lepas darinya. Jingga merasa lebih hidup, dan mulai mengerti arti mencintai bukan hanya dicintai. Tabir mampu membuat Jingga mengerti arti cinta yang sesungguhnya.
Terkadang Jingga merasa kalau dirinya telah mengkhianati Wira, tapi dia tidak kuasa menolak cinta yang sebelumnya tidak pernah dirasakannya ini. Jingga masih terus berkomunikasi dengan Wira, sampai akhirnya tiba di mana Wira hadir dihadapannya untuk menikahinya.
Tabir tidak habis pikir bagaimana Jingga bisa menerima lamaran Wira padahal dia tahu kalau gadis itu tidak pernah mencintai Wira. Tabir masih berharap agar Jingga mampu menjelaskan semuanya kepada Wira. Tapi, hanya kekecewaan yang diterimanya, karena Jingga tidak pernah berani mengungkapkan perasaan yang sebenarnya di hadapan Wira.
Semua persiapan pernikahan dilakukan dan Jingga selalu berusaha menutupi perasaan yang sebenarnya. Wira bahkan sama sekali tidak menyadari kalau ada pria lain yang dicintai kekasihnya ini. Wira yakin kalau dirinya adalah pria yang bisa membuat Jingga bahagia.
Setiap kali Jingga ingin mengungkapkan perasaannya, dia selalu gagal. Dia selalu merasa tidak tega jika harus mengubah kebahagiaan yang terpancar di wajah Wira menjadi air mata. Akhirnya Jingga pun memutuskan kalau dirinyalah yang harus mengorbankan perasaannya sendiri. Dia tidak mampu membuat Wira kecewa.
Tinggal beberapa jam lagi statusnya akan berubah menjadi seorang istri. Sampai detik ini tidak ada satu pun orang yang tahu betapa dia menyembunyikan perasannya, begitupun kedua orang tuanya. Mereka menganggap kalau Wira memanglah pria yang dicintai anak gadisnya.
Tidak tahu apa yang sedang dilakukan Tabir saat ini, tapi yang pasti Jingga sama sekali tidak dapat memejamkan matanya. Kenangan dan mimpi-mimpi indah yang pernah dibayangkannya bersama Tabir, seperti musnah dalam sekejap. Mencintai terasa sangat menyakitkan baginya. Bayangan wajah laki-laki yang dicintainya itu terus bermunculan. Jingga tahu Tabir jauh lebih kuat dari Wira. Dia akan mampu bertahan hidup tanpanya, tapi Wira? dia pasti hancur jika tahu kalau Jingga tidak pernah mencintainya.
Waktu berjalan perlahan, tapi semua akhirnya berlalu. Ijab kabul selesai dilaksanakan, bahkan resepsi pun berjalan dengan lancar. Semua orang tampak bahagia, termasuk Jingga. Hanya ada satu orang yang tahu kalau kebahagiaan Jingga adalah palsu dan penuh kepura-puraan.
Tabir mencintai Jingga dengan tulus. Dia menghargai keputusan yang telah diambil gadisnya itu, walaupun keputusan itu begitu meremukkan hatinya. Jingga tahu kalau dia tidak pernah mencintai Wira, tapi bukan berarti dia tidak bisa mencoba mencintainya. Semua berjalan sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, walaupun mungkin cinta yang sebenarnya harus pergi melayang hilang karena tidak pernah diperjuangkan. Seperti indahnya jingga dikala senja yang akhirnya harus hilang tertutup gelap malam.
sumber: http://ceritaanda.viva.co.id
0 komentar