POLA DIET DAN PERILAKU EMOSI

20.48.00



Ketika mendengar tentang hubungan Nutrisi dan kesehatan, mungkin pertama kali kita berpikir Nutrisi dalam kaitannya dengan pencegahan dan terapi kanker, obesitas, diabetes dan penyakit-penyakit popular lainnya di masyarakat. Namun ternyata Nutrisi tidak hanya mempengaruhi fisik, namun juga dapat mempengaruhi psikis atau mood kita.
Kita pasti pernah mengalami saat setelah makan siang, mood kita cenderung lebih tenang, bahkan sering kali membuat kita mengantuk. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan kadar gula darah yang secara tidak langsung mempengaruhi sistem kewaspadaan otak. Begitu juga saat perut kita dibiarkan lapar dan tidak terisi makanan, mengakibatkan penurunan kadar gula darah yang pada akhirnya mood menjadi tidak stabil, tidak sabaran dengan kemungkinan marah dan agresif yang lebih besar. Kadar gula darah yang dipengaruhi oleh makanan hanyalah satu faktor yang terdapat pada makanan yang mempengaruhi mood kita. Tidak hanya masalah gula darah saja, namun berbagai komponen yang terkandung pada makanan kita sehari-hari baik secara kuantitas maupun kualitas dapat mempengaruhi mood kita.
Sebenarnya telah diketahui hubungan makanan maupun pola diet dengan berbagai penyakit. Misalnya diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko stroke, serangan jantung maupun demensia. Begitu juga dengan beberapa zat yang terdapat pada makanan dan minuman seperti Caffein dapat meningkatkan detak jantung maupun aliran darah. Zat aditif maupun pengawet pada makanan juga dapat menimbulkan berbagai gangguan pada organ fisik. Kita tahu pula bahwa meningkatkan derajat kesehatan fisik dimulai dari jenis makanan yang kita konsumsi, seperti sayuran hijau dan buah-buahan bahkan suplemen makanan. Namun ternyata beberapa penelitian menunjukkan besarnya peranan makanan dalam mempengaruhi psikis maupun mood kita.
Neurotransmiter : sang pengatur emosi
Proses emosi yang terjadi diatur oleh berbagai zat kimia otak yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter merupakan lini pertama pengatur mood kita. Emosi-emosi positif seperti tertawa, rasa senang maupun berbagai emosi negatif, seperti cemas, amarah, dan depresi, semuanya terkait dengan fungsi neurotransmiter. Tak heran bila beberapa obat yang digunakan dalam bidang psikiatri, merupakan obat-obatan yang mempengaruhi kerja dari neurotransmiter ini. Efek neurotransmiter ini begitu dominan, sehingga tak heran pula bila emosi negatif depresi seperti kesedihan yang berlarut dan hilangnya gairah hidup dapat berubah secara drastis menjadi suatu emosi positif dengan hanya diberikan obat antidepresan yang mempengaruhi neurotransmiter di otak kita.
Proses keseimbangan neurotransmiter ini dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi.Sebagai contoh protein ( ikan, ayam dan daging jenis lainnya ) mengandung unit yang lebih kecil yang disebut asam amino yang merupakan bahan fondasi pembentuk neurotransmiter. Melalui berbagai reaksi enzimatik dengan bantuan vitamin dan mineral akhirnya terbentuklah neurotransmiter pengatur mood kita.
Pada otak terdapat beberapa jenis Neurotransmiter dengan berbagai fungsi yang kompleks sebagai pengatur mood, seperti misalnya : Neurotransmiter GABA dan Serotonin membantu kita lebih rileks sedangkan Neurotransmiter Dopamin memberikan efek stimulasi. Adanya keseimbangan berbagai neurotransmiter ini membuat respon mood kita sesuai situasi dan keadaan.
Neurotransmiter Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur mood kita tetap baik. Neurotransmiter ini terbentuk dari Triptofan yang merupakan asam amino esensial yang terdapat pada ikan, telur, ayam dan daging lainnya. Adanya Seng, Besi pada makanan dan vitamin B3, B6 serta vitamin C membantu reaksi enzimatik yang mengubah triptofan menjadi Serotonin. Asam amino Triptofan ini merupakan asam amino yang banyak diteliti dalam hubungannya dengan kesehatan mental. Selain mempengaruhi mood, asam amino ini dapat mempengaruhi tidur menjadi lebih nyenyak dan mengurangi rasa nyeri. Penelitian pada bayi baru lahir menunjukkan pula Triptofan ini dapat memodulasi perilaku tidur. Begitu juga penelitian pada orang dewasa menunjukkan hal serupa, dimana pemberian Triptofan dengan berbagai dosis 10 ? 500 mg/kg dapat menyebabkan rasa lemas dan mengantuk. Pada salah satu studi nyeri maxillofacial (nyeri tulang rahang wajah ) menunjukkan pula konsumsi tinggi karbohidrat dan 3 g Triptofan selama 4 minggu dapat mengurangi rasa nyeri sampai 50%. Karbohidrat sebagai komponen utama makanan kita pun sangat berpengaruh terhadap perubahan mood dan mempengaruhi kadar neurotransmitter serotonin di otak. Beberapa gangguan mental seperti depresi, sindrom premenstrual dapat dikurangi dengan mengkonsumsi tinggi karbohidrat.
Neurotransmiter lain yang berperanan penting adalah Neurotransmiter GABA : neurotransmitter ini membantu kita lebih fokus dan tenang. Neurotransmiter in terbentuk dari asam amino Glutamin yang terdapat pada nasi merah dan bayam. Vitamin B3, B6, B12 membantu mengubah Glutamin menjadi GABA. Neurotransmiter penting lainnya adalah Neurotransmiter Dopamin yang bersifat stimulasi mood kita. Otak mengubah asam amino tirosin yang terdapat pada protein dengan bantuan asam folat, B6, Magnesium dan Seng. Beberapa makanan yang banyak mengandung neurotransmiter ini adalah : alpukat, almond, buah labu dan biji wijen. Komponen yang hampir serupa yang disebut Tyramine terdapat pada keju.
Omega 3 dan stabilisasi mood
Manfaat omega 3 telah banyak diketahui. Tidak hanya menurunkan risiko gangguan pembuluh darah dan Demensia, namun penelitian menunjukkan peranan suplemen ini sebagai penstabil mood.
Omega 3 bukanlah suatu neurotransmiter, namun Omega 3 dibutuhkan oleh otak kita agar berfungsi normal. Otak kita yang sebagian besar terdiri dari lemak sangat membutuhkan Omega 3, mulai dari otak anak yang sedang berkembang maupun otak lanjut usia yang mengalami proses degenerasi dan Demensia.
Para peneliti percaya bahwa Omega 3 dapat meningkatkan aktivitas Neurotransmiter sehingga membantu sel otak dalam berkomunikasi dengan sel otak lainnya. Selain itu pula Omega 3 diduga berperan penting pada kemampuan adaptasi dan mengurangi reaksi inflamasi pada sel otak yang rusak.
Penelitian Omega 3 yang di muat pada The American Journal of Psychiatry menunjukkan pula minyak ikan yang mengandung Omega 3 ini dapat mengurangi gejala depresi dan gangguan mood dan mengurangi risiko bunuh diri.
Jadi jelaslah bahwa makanan yang sehat, tidak hanya baik untuk mencegah serangan jantung dan stroke namun juga baik untuk kesehatan mental kita.


Dr. Yuda Turana, SpS
Pusat Penelitian Kesehatan Atma Jaya dan
Departemen Neurologi FK Atma Jaya

You Might Also Like

0 komentar